Banyak guru,
kepala sekolah, bahkan kalangan dinas pendidikan yang melihat kebijakan
pembaruan di bidang pendidikan secara terpotong-potong tidak menyeluruh. Mereka
mungkin tidak salah karena mereka memperoleh dari berbagai sumber, kepentingan
dan kegiatan yang berbeda. Kesan yang timbul seolah-olah banyak sekalik
kebijakan baru yang membuat pusing sekolah. Bagan bangunan MBS dimaksudkan
untuk menghilangkan kesan banyak sekali kebijakanb baru yang seolah-olah
berdiri sendiri-sendiri.
1. Bangunan Segi empat MBS dan daerah lingkaran
a) Bangunan segi empat MBS merefleksikan proses
pengelolaan pendidikan.
b) Proses pembelajaran (PBM) digambarkan dalam
bangunana lingkaran dengan garis-garis tebal karena proses ini lebih terfokus,
direncanakan dengan sadar, materi dan metode serta sumber major yang spesifik
dan dengan tujuan untuk mencapai kompetensi yang spesifik pula, sedangkan roses
pendidikan di dalam sebuah sekolah merupakan wadah interasosial yang lebih luas
dan beragam kegiatannya.
c) Sumber Daya Pendidikan (SDP) merupakan sisi penopang
penting untuk keberhasilan proses pembelajaran maupun prosees pendidikan pada
umumnya pada suatu sekolah
d) Kurikulum berbasis kompetensi menuntut inisiatif dan
kreativitas guru, bahkan para guru baik secara sendiri atau kelompok dapat
merumuskan silabus dan kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik.
2. Atap Segitiga
Dalam bangunan MBS, terdapat atap segitiga
akuntabilitas yang merujuk kepada standar nasional, akreditasi sekolah dan
evaluasi independen oleh lembaga mandiri.
Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan
dasar dan menengah juga berfungsi sebagai standar nasional karena ditetapkan
oleh pemerintah pusat.
Evaluasi merupakan bentuk akuntabilitas yang
diberikan kepada satuan-satuan pendidikan, termasuk program-programnya.
Menurut pasal 61 UU Nomor 20 tahun 2003, sertifikat
berbentuk ijazah dan sertifikat kompetensi.
Sertifikat kompetensi melalui uji kompetensi pada
umumnya sangat populer untuk sekolah kejuruan dan kursus-kursus serta pelatihan
keterampilan tertentu yang bersifa vokasional.
Berdasarkan pasal 61 UU Nomor 20 tahun 2003, p[ara
pengambil kebijakan masih mempunyai ruang untuk mengatur pelaksanaannya.
3. Lantai Prasyarat (SPM), Fondasi (Kebijakan
Pemerintah Kabupaten/Kota) dan Lahan (Aspirasi Masyarakat)
Pelaksanaan MBS yang berwawasan mutu (MBS) akan
sulit diwujudkan bahkan dalam kondisi tertentu tidak dapat dilaksanakan, kalau
pemenuhan standar pelayanan minimal
sekolah (P-SPM-S) tidak dilaksanakan untuk mendukung sumber daya pendidikan
(SDM) yang memadai. Sesuai dengan Kepmendiknas Nomor 044/U/2002, Dewan
Pendidikan berperan menampung dan menyalurkan aspirasi tersebut, dengan
fungsinya sebagai pendukung (turut mencari solusi dan pemecahan masalah),
penasehat (pemberi saran), pengawas (ikut mengontrol) dan mediator (penghubung
berbagai pihak untuk membantu pendidikan). Dalam praktik saling hubungan
antarelemen tersebut sungguhpun merupakan parameter, tetapi pelaksanaannya
elastis/fleksibel dan dinamis dan sangat ditentukan oleh loyalitas serta
kesungguhan berbagai pihak terkait terhadap pelaksanaan sistem yang berlaku.
No comments:
Post a Comment