Persamaan dalam perlindungan Undang-Undang
juga mengandung pengertian bahwa setiap manusia laki-laki maupun perempuan ,
warga negara maupun asing, serta dengan tidak memandang agama,suku bangsa,
warna kulit dan berbagai bentuk diskriminasi lainnya adalah sama dapat
bertindak sebagai subyek hukum, yakni sebagai pembawa hak atau yang memiliki
hak dan kewajiban. Menurut hukum, berlakunya manusia sebagai pembawa hak, jika
kepentingan memerlukan lain , seperti untuk menjadi ahli waris.
Perbedaan manusia sebagai pembawa hak atau subyek
hukum hanya terletak boleh tidaknya bertindak sendiri dalam melaksanakan
hak-haknya. Orang yang dapat sendiri melaksanakan dalam hak-haknya biasanya
dinyatakan dengan cakap hukum. Sedang orang yang tidak dapat bertindak sendiri
dalam melaksanakan hak-haknya biasanya dinyatakan dengan kurang cakap atau
tidak cakap hukum. Adapun orang yang kurang cakap atau tidak cakap hukum untuk
bertindak sendiri melaksanakan hak-haknya secara hukum apabila kita
analisis dalam KUHP- Perdana maupun KUHP
– Pidana, yakni :
- Orang-orang yang tidak waras ( gila ) , pemabuk serta pemboros yang berada dalam pengampunan ( curatele )
- Orang yang masih dibawah umur, yakni belum mencapai umur 21 tahun
- Perempuan dalam pernikahan, dalam hal-hal tertentu karena keharusannya untuk mendapatkan izin dari suami.
Dari sejarah perkembangan hak-hak asasi
manusia dapat diketahui bahwa lahirnya konsepsi persamaan antar umat manusia
dalamperlindungan undang-undang dan hukun, lahir bukan karena pengaruh
liberalisme atau paham individualisme, melainkan karena adanya absolutisme atau
tindakan sewenang –wenang dari penguasa
Pendapat John Lock ( 1632-1704 ) dalam bukunya Seccnd
Treatise tentang terbentuknya negara
berdasarkan perjanjina masyarakat, ia berpendapat bahwa dalam perjanjian
masyarakat manusia tidak secara absolut menyerahkan hak-hak individunya kepada
negara, melainkan hanya hak-hak yang berkaitan dengan perjanjian negara semata.
Itulah sebabnya setiap individu selalu memiliki hak-hak yang tak bisa
dihilangkan oleh siapapun, yakni hak hidup, hak merdeka dan hak memiliki yang
secara logis merupakan tugas negara untuk melindungi hak-hak tersebut.
Pada masa sekarang gagasan persamaan
setiap manusia dalam perlindungan undang-undang dan hukum juga sejalan dengan
pandangan kedaulatan rakyat, yakni bahwa sumber kedaulatan yang tertinggi ada
di tangan rakyat, sedangkan hukum adalah perwujudan rasa kesadaran hukum rakyat
yang didasarkan kepada persamaan derajat
dan kedudukan sebagai umat manusia. Dengan demikian dalam negara yang
berkedaulatan rakyat dan berdasarkan atas hukum, sumber kehidupan negara adalah
hukum, oleh karenanya hubungan antara pamerintah dengan rakyat menurut
Soemarsono Mestoko bukan seperti majikan dengan hambanya, melainkan sebagai dua
pihak yang sederajat,sehingga terdapat suatu persamaan pada kedua belah pihak,
walaupun antara keduanya terdapat perbedaan-perbedaan yang tak terabaikan.
1. Jaminan persamaan didalam perlindungan
Undang –Undang menurut piagam-piagam internasional
Semua piagam-piagam internasional tentang Hak-Hak
Asasi Manusia telah menegaskan prinsip persamaan setiap umat manusia dalam
perlindungan undang-undang sebagai dasar kebebasan , keadilan dan perdamaian
dunia
Dalam Universal
Declarations of Human Rights
pernyataan tentang persamaan dalam perlindungan Undang – Undang banyak sekali
kita jumpai , antara lain seperti yang dinyatakan pada pasal 6 sampai dengan
pasal 12.
Dalam Konvensi penghapusan semua bentuk
Diskriminasi Ras tahun 1966 perlunya jaminan perlindungan undang-undang
tersebut kembali dipertegas seperti yang tercantum dalam pasal 5 butir ( a )
yang menyatakan bahwa negara-negara peserta menyatakan bahwa negara-negara
peserta berusaha melarang dan menghapuskan diskriminasi ras dalam semua
bentuknya dan menjamin hak setiap orang tanpa perbedaan ras, warna kulit, asal
usul bangsa atau suku, memandang dimuka hukum terutama dalam menikmati hak atas
perlakuan yang sama dalam peradilan dan semua badan-badan yang mengatur hukum.
Begitu pula dalam Deklarasi mengenai Penghapusan
Diskriminasi Terhadap Wanita yang ditanda tangani dan di sahkan pada tanggal 1
Maret 1990 kembali dipertegas perlunya jaminan persamaan dalam perlindumgan
undang-undang. Salah satunya dapat kita lihat pada pasal 2 yang menyatakan
bahwa negara-negara peserta konvensi mengutuk diskriminasi ras dalam semua
bentuknya, menyetujui untuk meneruskan dengan cara yang sesuai tanpa menunda
kebijakan tentang penghapusan diskriminasi terhadap wanita dan demi tujuan itu
berusaha :
- mewujutkan prinsip persamaan pria dan wanita dalam konstitusi nasional atau perundang-undangan lain yang sesuai apabila belum terdapat di dalamnya, dan menjamin hukum , dan menjamin hukum dan cara lain yang sesuai dengan dengan pelaksanaan prinsip ini.
- Menggunakan perundang-undangan yang sesuai dengan peraturan peraturan lain termasuk sanksi-sanksi yang sesuai , melarang diskriminasi tentang wanita.
- Membentuk perlindungan hukum mengenai hak-hak asasi wanita atas dasar yang sama dengan pria dan menjamin melalui pengadilan nasional yang berwenang dan lembaga lainnya, perlindungan yang efektif terhadap wanita dari perbuatan diskriminasi.
2. Persamaan dalam Perlindungan
Undang-Undang di Indonesia
Negara Republik Indonesia menganut asas bahwa setiap
warga negara mempunyai kedudukan yang sama di dalam hukum. Sebagai mana di
nyatakan dalam Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 27 ayat ( 1 ) bahwa setiap
warga negara bersama kedudukanya di dalan hukum dan pemerintahan itu dengan
tidak ada kecualinya.
Perwujudan bahwa setiap orang mempunyai persamaan
dalam perlindungan undang-undang dan hukum di negara kita dapat dilihat
beberapa peraturan hukum dan undang-undang yang berlaku
No comments:
Post a Comment