Tunadaksa dapat didefinisikan sebagai bentuk
kelainan atau kecacatan pada sisitem otot, tulang, persendian dan saraf yang
disebabkan oleh penyakit, virus, dan kecelakaan baik yang terjadi sebelum
lahir, saat lahir dan sesudah kelahiran. Gangguan itu mengakibatkan gangguan
koorinasi, komunikasi, adaptasi, mobilisasi dan gangguan perkembangan pribadi.
Klasifikasi anak tunadaksa ditinjau dari sistem
kelainannya dapat dibedakan atas kelainan pada sistem cerebral dan kelainan
pada sistem otot dan rangka. Kelainan pada sisitem cerebral berupa cerebral
palsy yang menunjukkan kelainan gerak, sikap dan bentuk tubuh, gangguan
koorinasi, dan kadang disertai gangguan psikologis dan sensoris karena adanya
kerusakan pada masa perkembangan otak. Cerebral palsy diklasifikasikan menurut
derajat perkmbangan otak. Cerebral palsy diklasifikasikan menurut derajat
kecacatannya, yaitu ringan, sedang dan berat. Klasifikasi berdasrkan fisiologi
kelainan gerak adalah spastik, dyskensia (atetoid, rigid tremor) dan campuran.
Kelainan pada sistem otot dan rangka berupa
pliomyelitis, muscle dystrophy, dan spina bifida. Poliomyelitis merupakan suatu
infeksi penyakit pada sumsum tulang belakang yang disebabkan oleh virus polio
yang mengakibatkan kelumpuhan yang bersifat menetap dan tidak mengakibatkan
gangguan kecerdasan atau alat-alat indra.
Kelumpuhan dibedakan atas tipe spinal, bulbair,
bulbospinal, dan encephalistis. Muscle dystrophy adalah ejnis penyakit otot
yang disebabkan oleh faktor keturunan dan mengakibatkan otot tidak berkembang
karena mengalami kelumpuhan yang sifatnya progresif dan simetris. Spina bifida
merupakan jenis kelainan pada tulang dan belakgn yang ditandai dengan
terbukanya satu atau 3 ruas tulang belakang dan tidak tertutup lagi selama masa
perkembangan sehingga fungsi jaringan saraf terganggu dan terjadilah
kelumpuhan.
Karakteristik anak tunadaksa ditinjau dari
beberapa segi, antara lain :
- Karakteristik
akademis anak tudanadaksa meliputi ciri khas kecerdasan, kemampuan
kognisi, persepsi dan simblisasi mengalam kelainan karena terganggunya
sisitem cerebral sehingga mengalami hambatan dalam belajar, dan mengurus
diri. Anak tundaksa karena kelainan pada sistem otot dan rangka tidak
terganggu sehingga dapat belajar, seperti anak normal.
- Karakteristik
sosial/emosional anak tunadaksa menunjukkan bahwa konse diri dan respons
serta sikap masyarakat yang negatif terhadap anak tunadaksa mengakibatkan anak
tunadaksa merasa tidak mampu, tidak berguna dan menjadi rendah diri.
Akibatnya, kepercayan dirinya
hilang dan akhirnya tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya.
Mereka juga menunjukkan sikap mudah tersinggung, mudah marah, lekas putus asa,
rendah diri, kurang dapat bergaul, malu dan suka menyendiri, serta frustasi
berat.
- Karakteristik
fisik/kesehatan anak tunadaksa biasanya selain mengalami cacat tubuh, juga
mengalami gangguan lain, seperti sakit gigi, berkurangnya daya
pendenganran, penglihatan, gangguan bicara, dan gangguan motorik.
Tujuan utama pendidikan anak tunadaksa adalah terbentukyna kemandirian dan
keutuhan pribadi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sekurang-kurangnya tujuh
aspek yang perlu dikembangkan melalui pendidikan pada anak tunadaksa, yaitu :
- Pengembangan
intelektual dan akademik
- Membantu
perkembangan fisik
- Meningkatkan
perkembangan emosi dan penerimaan diri anak
- Mematangkan
moral dan spiritual,
- Meningkatkan
ekspresi diri
- Mempersiapkan
masa depan anak
Anak Tundaksa dapat mengikuti pendidikan pada
sekolah berasrama, sekolah tidak berasrama, kelas khusus penuh, kelas reguler
dan khusus, kelas umum dibantu oleh guru khusus, kelas dengn konsultan
guru-guru umum, dan kelas normal, serta ruang sumber.
Penyelenggaran pendidikan jalur persekolahan bagi
anak tunadaksa menggunakan kurikulum PLB untuk anak tunadaksa tahun 1994,
Pengembangan Kurikulm, garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) , dan
Pedoman Pelaksanaan Kurikulum.
Satuan pendidikan yang ada dalam kurikulum PLB
1994 berjenjang mulai TKLB, SDLB, SLTPLB, dan SMLB. Semua satuan pendidikan
tersebut mereapkan sistem caturwulan, sedangkan perencanaan kegiatan belajarnya
dapat meliputi perencanaan tahunan, caturwulan, harian dan perencanaan
pendidikan yang diidividualisasikan (PPI)
Dalam memberikan pendidikan pada anak tunadaksa
ada 2 prinsip utama, yaitu prinsip multisensori dan individualisasi. Demikian
juga dengan kondisi ruangan belajarnya. Ia membutuhkan rancangan khusus
sehubungan dengan kondisi anak tunadaksa mengalami gangguan motorik maka
sebaiknya bangunan gedung sekolah dirancang dengan memprioritaskan 3 kemudahan,
yaitu mudah ke luar masuk, mudah bergerak dalam ruangan dan mudah mengadakan
penyesuaian.
Menurut isitlah, anak tulanaras adalah anak yang
bertingkahlaku kurang sesuai dengan lingkungan. Perilakunya sering bertentangan
dengan norma-norma yang terdapat di masyarakat tempat ia berada. Penggunaan
istilah tunalaras sangat bervariasi berdasarkan sudut pandang tiap-tiap ahli
yang mengemukakannya.
Definisi tunalaras juga beraneka ragam. Dalam UURI
No. 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan luar biasa, dinyatakan bahwa tunalaras adalah gangguan
atau kelainan tingkah laku sehingga kurang dapat menyesuaikan diri dengan baik
terhadap lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Klasifikasi anak tunalaras juga beraneka ragam,
seperti berikut ini :
- Menurut
Rosembera dkk. (1992), klasifikasi anak tunalaras yang bersiko tinggi
adalah hyperactive, agresif, pembangkang, dan lain-lain serta ada yang
beresiko rendah adalah autisme dan skizofrenia, anak bahagia melihat api,
sering meninggalkan rumah dan lain-lain.
- Sistem
klasifikasi yang dikemukakan oleh Quay (1979) adalah gangguan perilaku
atau kekacauan tingkah laku, kecemasan penarikan diri, ketidakmatangan dan
agresi sosialisasi.
Secara umum anak tunalaras menunjukkan ciri-ciri
tingkah laku yang ada persamaannya pada setiap klasifikasi, yaitu kekacauan
tingkah laku, kecemasan dan menarik diri, kurang dewasa dan agresif
bersosialisasi.
Karakterisitk tingkah laku yang dikemukakan oleh
Hallahan dan Kauffman (1986) ada empat dimensi, yaitu kaakteristik anak yang
mengalami kekacauan tingkah laku; sering merasa cemas dan menarik diri; kurang
dewasa dan agresif bersosialisasi. Setiap dimensi tersebut mengakibatkan
penyesuaian sosial, sekolah dan masyarakat yang buruk.
Karakteristik akademik anak tunalaras ditandai
dengan seringnya mereka mengalami kegagalan karena adanya kesulitan dalam
mengadakan penyesusian dengan aturan sekolah dan belajar
Karakteristik sosial/emosional ditandai dengan
masalah penyesuaian sosial yan salah dan dapat menimbulkan gangguan bagi orang
lain dan ditandai dengan tindak agresif dan kejahatan, sedangkan kareakteristik
emosional anak tunalaras ditandai dengan hal-hal yang menekan anak dan rasa
gelisah atau perilaku sampingan, seperti malu, rasa rendah diri, dan sangat
agresif.
Karakteristik fisik/kesehatan anak tunalaras
ditandai dengan gangguan makan, gangguan tidur, gangguan gerakan, gagap, buang
air (kencing dan berak) tidak terkendali, serta jorok.
Kebutuhan pendidkan anak tunalaras dapat dipenuhi dengan cara menata
lingkungan sekolah yang kondusif, agar anak tidak berkembang ke arah tunalaras
dan kegagalan akademik. Lungkungan yang menyenangkan, tidak membosankan,
harmonis dalam hubungan, penuh perhatian, menerima apa adanya dan terbuka,
serta teladan yang baik akan mengantarkan anak untuk mencapai keberhasilan
pendidikannya.
Teknik penyembuhan dan program pendidikan abgi
anak tunalaras berdasarkan pada berbagai model, diantaranya adalah model
biogenetik, model behavioral, psikodinamika, dan model ekologis.
Teknik pendekatan/cara mengatasi masalah perilaku
anak tunalaras adalah gabungan dari beberapa teknik atau model di atas. Seperti
teknik perawatan dengan obat, modifikasi perilaku, strategi psikodinamika dan
ekologis.
Hiperaktivitas mempunya iciri gerak yang terlalu
aktif, tidak tersinggung dan sulit memperhatikan dengan baik. Penyebabnya
adalah disfungsi otak, kekurangan oksigen, kecelakaan fisik, keracunan serbuk
timah, kekurangan gizi, minuman keras dan mengonsumsi obat terlarang saat
kehamilan.
Beberapa teknik utama mengatasi perilaku yang
menyimpang pada anak hiperaktif adalah dengan medikasi/penggunaan obat, diet,
modifikasi tingkah laku, lingkungan yang terstruktur, pengendalian diri,
modeling dan biofeedback.
Distrakbilitas merupakan kesulitan memusatkan
perhatian pada stimulus yang relevan secara efisien. Penyebabnya adalah adanya
disfungsi mnimal otak, gangguan metabolisme, kelainan fisik minimal, faktor
lingkungan dan keterlambatan perkembangan.
Pendekatan untuk menangani distrakbilitas adalah
dengan lingkungan yang terstruktur dan stimulus yang terkendali, modifikasi
materi dan strategi pembelajaran, serta modifikasi tingkah laku.
Anak dikatakan impulsif jika cenderung menuruti
kemauan hatinya dan terbiasa beraksi cepat tanpa berpikir panjang dalam situasi
sosial maupun pada tugas-tugas akademik. Penyebabnya adalah faktor keturunan,
cemas, budaya, disfungsi saraf, perilaku yang dipelajari dari lingkungan, salah
asuh, dan trauma kehidupannya.
Beberapa cara/metode utuk mengendalikan impulsif
diantaranya adalah melatih verbalisme aktivitasnya, modifikasi tingkah laku,
serta mengajarkan seperangkat keterampilan kepada anak.